Sugiono | Tokoh Inspiratif

Sugiono

Sugiono Pahlawan Revolusi
    gambar poto pahlawan revolusi Sugiono
  • Lahir 12 Agustus 1926
  • Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul
  • Meninggal 1 Oktober 1965 (umur 39)
  • Kentungan, Yogyakarta
  • Tempat peristirahatan TMP Semaki, Yogyakarta
  • Kolonel Inf (Anumerta) R. Sugiyono Mangunwiyoto (lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926 – meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 39 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia yang merupakan salah seorang korban peristiwa Gerakan 30 September.
Kol. Sugiyono menikah dengan Supriyati. Mereka memiliki anak enam orang laki-laki; R. Erry Guthomo  (1954), R. Agung Pramuji (l. 1956), R. Haryo Guritno (l. 1958), R. Danny Nugroho (l. 1960), R. Budi Winoto (l. 1962), dan R. Ganis Priyono (l. 1963); serta seorang anak perempuan, Rr. Sugiarti Takarina  (1965), yang lahir setelah ayahnya meninggal. Nama Sugiarti Takarina diberikan oleh Presiden Sukarno.
Ia dimakamkan di TMP Semaki, Yogyakarta.
Riwayat sejarah
Sugiono lahir di desa Gedaran, Kabupaten Gunung Kidul,
Yogyakarta, 12 Agustus 1926. Gunung Kidul sering dipandang sebagai daerah yang tertinggal karena minimnya sumber mata air di sana. Namun, hal itu tidak sedikitpun mempengaruhi Sugiono. Ia memiliki hasrat agar kehidupannya menjadi lebih baik dari sebelumnya sehingga ia giat belajar di sekolah. Setelah menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, selanjutnya untuk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang guru, ia meneruskan studinya ke Sekolah Guru Pertama di Wonosari.

Namun, sebelum ia sempat menyelesaikan pendidikannya, tentara Jepang sudah terlebih dahulu menduduki Tanah Air, sehingga ia terpaksa mengubur impiannya menjadi guru untuk kemudian mengikuti pendidikan ketentaraan di Pembela Tanah Air (PETA). Setelah berhasil menyelesaikan pendidikannya di PETA, Sugiono diangkat menjadi Budancho di Wonosari.

Sesudah Proklamasi Kemerdekaan, ia turut serta dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan memasuki Tentara Keamanan Rakyat (TKR) di
Yogyakarta. Awalnya ia bertugas sebagai Komandan Seksi, kemudian pada tahun 1947 diangkat menjadi ajudan Komandan Brigade 10 Letnan Kolonel Suharto.

Dalam Agresi Militer II, ia turut serta dalam serangan umum yang dilancarkan terhadap kota
Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949. Peristiwa itu kemudian berhasil mengubah opini dunia internasional tentang kekuatan RI.

Sesudah pengakuan kedaulatan, Sugiono meneruskan pengabdiannya di bidang militer. Ia turut dalam Gerakan Operasi Militer (GOM) III untuk memadamkan pemberontakan KNIL di bawah pimpinan Andi Aziz di Sulawesi Selatan.

Sebagai seorang tentara, ia sering berpindah-pindah tempat. Jabatan pun beberapa kali mengalami pergantian. Pada bulan Juni 1965 karir militernya terus berkembang dengan pengangkatannya sebagai Kepala Staf Komando Resort Militer (Korem) 072 Komando Daerah Militer (Kodam) VII
Diponegoro (sekarang Kodam IV/Diponegoro) yang berkedudukan di Yogyakarta. Saat itu jabatan Komandan Korem dipegang Kolonel Katamso.

Tanggal 1 Oktober 1965, Letnan Kolonel Sugiyono kembali ke Yogyakarta setelah beberapa waktu bertugas di Pekalongan. Ia langsung menuju markas Korem 072 yang pada saat itu telah dikuasai militer pro-PKI. Akan tetapi hal itu tidak diketahui Sugiono. Sebagai salah satu tokoh ABRI yang diincar PKI, ia pun langsung ditangkap dan dibawa ke Kentungan yang terletak di sebelah utara Yogyakarta. Perwira itu kemudian dibunuh di tempat itu. Jenazahnya berhasil ditemukan pada tanggal 22 Oktober 1965 dan dimakamkan di Taman
pahlawan Semaki, Yogyakarta.