Muhammad Amrullah
Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh (Sumatera Barat, 1840 - Sumatera Barat, 1909) atau yang dikenal dengan Tuan Kisa-i, merupakan ulama besar asal Minangkabau yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anaknya sendiri, Abdul Karim Amrullah, dan yang seorang lagi ialah cucunya, Hamka. Kakeknya ialah Tuanku Nan Tuo, salah seorang penggerak utama Kaum Paderi di Sumatera Barat.
Muhammad Amrullah salah seorang pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Pemahaman Islam Amrullah, sama dengan orang-orang yang disebut dengan "Kaum Tua", walau pada zamannya istilah "Kaum Tua" dan "Kaum Muda" belum tersebar luas. Anaknya, Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang pelopor dan termasuk tokoh besar dalam perjuangan "Kaum Muda". Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah menolak amalan Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus menolak ikatan ‘taqlid’, tetapi lebih cenderung kepada pemikiran Muhammad Abduh. Syeikh Muhammad Amrullah mengalami delapan kali perkawinan, dan jumlah semua anaknya ialah 46 orang.
Asal usul
Ayahnya bernama Tuanku Abdullah Saleh yang bergelar "Tuanku Syeikh Guguk Katur" dan digelar juga "Ungku Syeikh Tanjung". Ia adalah seorang murid Abdullah Arif (Tuanku Pariaman) atau Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Agam.
Tuanku Abdullah Saleh itu adalah seorang ulama yang sangat besar perhatiannya kepada ilmu Tasawuf sehingga kitab Hikam Ibnu 'Athaillah ia hafal di luar kepala. Ia pun seorang cerdik ahli adat, sehingga bukan saja urusan agama yang ditanyakan orang kepadanya, bahkan juga urusan adat. Pelajaran Imam al-Ghazali tentang khalawat sangat termakan olehnya. Lantaran itu ia lebih suka berkhalawat di suraunya di Guguk Katur.[Kepada murid yang soleh inilah tertarik hati gurunya Tuanku Nan Tuo, sehingga setelah anaknya Siti Saerah menjadi gadis remaja, ia ambilah Tuanku Abdullah Saleh itu menjadi menantu.
Pendidikan
Ia mendapatkan pendidikan awal dari datuk atau nenek sendiri secara tradisi Minangkabau. Kemudian ia belajar agama dari kakeknya Tuanku Syeikh Pariaman di Koto Tuo. Dari neneknya, Muhammad Amrullah belajar Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Tafsir dan Fiqh.
Di Mekah ia berguru kepada Sayid Zaini Dahlan, ulama Mekah yang terkenal, dan berguru juga kepada Syeikh Muhammad Hasbullah dan beberapa ulama yang lain. Ia juga belajar dengan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Tahir Jalaluddin yang usianya lebih muda daripadanya. Pada usia 26 tahun, Syeikh Muhammad Amrullah telah diberi ijazah dan tugas mengajar oleh datuknya, Abdullah Arif atau Tuanku Nan Tuo di kampungnya. Ilmu-ilmu yang diajarkan ialah Ilmu Tafsir, Fiqh, Tasawuf, dan ilmu-ilmu alat, yaitu Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Bayan, Badi'.
Sumber : Wikipedia
Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh (Sumatera Barat, 1840 - Sumatera Barat, 1909) atau yang dikenal dengan Tuan Kisa-i, merupakan ulama besar asal Minangkabau yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anaknya sendiri, Abdul Karim Amrullah, dan yang seorang lagi ialah cucunya, Hamka. Kakeknya ialah Tuanku Nan Tuo, salah seorang penggerak utama Kaum Paderi di Sumatera Barat.
Muhammad Amrullah salah seorang pengikut Tarekat Naqsyabandiyah. Pemahaman Islam Amrullah, sama dengan orang-orang yang disebut dengan "Kaum Tua", walau pada zamannya istilah "Kaum Tua" dan "Kaum Muda" belum tersebar luas. Anaknya, Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah, adalah seorang pelopor dan termasuk tokoh besar dalam perjuangan "Kaum Muda". Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah menolak amalan Tarekat Naqsyabandiyah, sekaligus menolak ikatan ‘taqlid’, tetapi lebih cenderung kepada pemikiran Muhammad Abduh. Syeikh Muhammad Amrullah mengalami delapan kali perkawinan, dan jumlah semua anaknya ialah 46 orang.
Asal usul
Ayahnya bernama Tuanku Abdullah Saleh yang bergelar "Tuanku Syeikh Guguk Katur" dan digelar juga "Ungku Syeikh Tanjung". Ia adalah seorang murid Abdullah Arif (Tuanku Pariaman) atau Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Agam.
Tuanku Abdullah Saleh itu adalah seorang ulama yang sangat besar perhatiannya kepada ilmu Tasawuf sehingga kitab Hikam Ibnu 'Athaillah ia hafal di luar kepala. Ia pun seorang cerdik ahli adat, sehingga bukan saja urusan agama yang ditanyakan orang kepadanya, bahkan juga urusan adat. Pelajaran Imam al-Ghazali tentang khalawat sangat termakan olehnya. Lantaran itu ia lebih suka berkhalawat di suraunya di Guguk Katur.[Kepada murid yang soleh inilah tertarik hati gurunya Tuanku Nan Tuo, sehingga setelah anaknya Siti Saerah menjadi gadis remaja, ia ambilah Tuanku Abdullah Saleh itu menjadi menantu.
Pendidikan
Ia mendapatkan pendidikan awal dari datuk atau nenek sendiri secara tradisi Minangkabau. Kemudian ia belajar agama dari kakeknya Tuanku Syeikh Pariaman di Koto Tuo. Dari neneknya, Muhammad Amrullah belajar Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Tafsir dan Fiqh.
Di Mekah ia berguru kepada Sayid Zaini Dahlan, ulama Mekah yang terkenal, dan berguru juga kepada Syeikh Muhammad Hasbullah dan beberapa ulama yang lain. Ia juga belajar dengan Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Tahir Jalaluddin yang usianya lebih muda daripadanya. Pada usia 26 tahun, Syeikh Muhammad Amrullah telah diberi ijazah dan tugas mengajar oleh datuknya, Abdullah Arif atau Tuanku Nan Tuo di kampungnya. Ilmu-ilmu yang diajarkan ialah Ilmu Tafsir, Fiqh, Tasawuf, dan ilmu-ilmu alat, yaitu Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Bayan, Badi'.
Sumber : Wikipedia