Sejarah Departemen Luar Negeri Indonesia tidak terlepas dari sejarah berdirinya negara Indonesia itu sendiri, mengapa? Karena setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus tahun 1945 tepatnya pada tanggal 19 Agustus 1945 Kabinet pertama Republik Indonesia terbentuk. Salah satu Kementerian atau Departemen yang dibentuk adalah Departemen Luar Negeri dengan bapak Mr. Ahmad Soebardjo Djojohadisurjo sebagai Menteri Luar Negeri pertama Republik Indonesia.
Sewaktu kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 belumlah terdapat sesuatu aparatur Pemerintahan yang membantu Menteri Luar Negeri didalam melaksanakan tugasnya. Berlainan dengan Menteri-menteri lainnya dalam Kabinet RI pertama yang diangkat Presiden, dan yang sedikit banyak dapat mengambil-alih sesuatu organisasi dan badan pemerintahan beserta tenaga kerja dan arsip dibidang masing-masing yang berasal dari Pemerintahan kolonial Belanda atau Jepang. Menlu pertama A.Subardjo S.H. didalam melaksanakan tugasnya dibidang politik luar negeri dan diplomasi menghadapi keharusan membentuk suatu Departemen Luar Negeri tanpa modal apapun.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, Hindia Belanda, suatu daerah jajahan Belanda tidak mengurus sendiri hubungan dengan luar negeri. Soal-soal yang menyangkut bidang ini diurus langsung oleh Pemerintahan Belanda di Den Haag.
Pada waktu permulaan sekali, Menlu A.Subardjo S.H. hanya dibantu oleh dua orang wanita, yaitu Herawati Diah dan Jo Abdurrrachman, serta beberapa tenaga pemuda, diantaranya Sujoso Hadiasmoro. Menlu pada waktu itu hanya berkantor dirumahnya di Djalan Tjikini Raya No. 80/82. Pada hari-hari permulaan belumlah ada sesuatu organisasi sebagaimana mestinya. Penerimaan tenaga kerja mulai diusahakan dengan mengadaan panggilan-panggilan melalui iklan di surat kabar ibukota.
Departemen Luar Negeri mengambil tempat sebagai kantor untuk pertama kalinya digedung Depatemen Pengadjaran, Pendidikan dan Kebudayaan di Djalan Tjilatjap No.4 Jakarta, dimana beberapa ruangan ditingkat kedua diberikan untuk keperluan Deplu.
Disinilah mulai diadakan penerimaan tenaga yang datang memenuhi panggilan iklan dan surat kabar tersebut. Terhadap mereka yang berminat bekerja diadakan testing seperlunya mengenai pengetahuan umum dan bahasa Inggris.
Pekerjaan sehari-hari dipimpin oleh Sudjono S.H. yang diangkat sebagai “Pegawai Negeri Tinggi”, tetapi dalam peran sehari-hari ia disebut sebagai Sekretasis Depertemen dan tugas utama ialah untuk menampung pekerjaan yang ditimbulkan oleh suasana dan keadaan.
Deplu berkantor di Djalan Tjilatjap No.4 kira-kira dua bulan. Pada akhir Oktober 1945, Deplu mendapat gedung sendiri yang terletak di Djalan Pegangsaan Timur No.36. Disinilah mulai berkembang suatu organisasi Deplu yang mempunyai fungsi masih sangat terbatas, antara lain disebabkan karena Republik Indonesia pada waktu itu belum lagi mempunyai perwakilan-perwakilan di luar negeri. Para wakil-wakil negara asing yang berstatus Konsol atau Konsol Djenderal yang ada di Jakarta pada waktu itu tidak diakreditir oleh Pemerintah Indonesia, sehingga mereka hanya kadang-kadang saja datang ke Deplu untuk sesuatu urusan. Fungsi Deplu bertambah setelah Presiden dan Wakil Presiden dalam bulan Januari 1946 pindah ke Yogyakarta dan Deplu lebih sering diminta oleh Konsol-konsol Djenderal asing untuk mengantarkan mereka ke Yogya, atau ke daerah-daerah dan ke kota-kota R.I. lainnya.
Sewaktu kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 belumlah terdapat sesuatu aparatur Pemerintahan yang membantu Menteri Luar Negeri didalam melaksanakan tugasnya. Berlainan dengan Menteri-menteri lainnya dalam Kabinet RI pertama yang diangkat Presiden, dan yang sedikit banyak dapat mengambil-alih sesuatu organisasi dan badan pemerintahan beserta tenaga kerja dan arsip dibidang masing-masing yang berasal dari Pemerintahan kolonial Belanda atau Jepang. Menlu pertama A.Subardjo S.H. didalam melaksanakan tugasnya dibidang politik luar negeri dan diplomasi menghadapi keharusan membentuk suatu Departemen Luar Negeri tanpa modal apapun.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, Hindia Belanda, suatu daerah jajahan Belanda tidak mengurus sendiri hubungan dengan luar negeri. Soal-soal yang menyangkut bidang ini diurus langsung oleh Pemerintahan Belanda di Den Haag.
Pada waktu permulaan sekali, Menlu A.Subardjo S.H. hanya dibantu oleh dua orang wanita, yaitu Herawati Diah dan Jo Abdurrrachman, serta beberapa tenaga pemuda, diantaranya Sujoso Hadiasmoro. Menlu pada waktu itu hanya berkantor dirumahnya di Djalan Tjikini Raya No. 80/82. Pada hari-hari permulaan belumlah ada sesuatu organisasi sebagaimana mestinya. Penerimaan tenaga kerja mulai diusahakan dengan mengadaan panggilan-panggilan melalui iklan di surat kabar ibukota.
Departemen Luar Negeri mengambil tempat sebagai kantor untuk pertama kalinya digedung Depatemen Pengadjaran, Pendidikan dan Kebudayaan di Djalan Tjilatjap No.4 Jakarta, dimana beberapa ruangan ditingkat kedua diberikan untuk keperluan Deplu.
Disinilah mulai diadakan penerimaan tenaga yang datang memenuhi panggilan iklan dan surat kabar tersebut. Terhadap mereka yang berminat bekerja diadakan testing seperlunya mengenai pengetahuan umum dan bahasa Inggris.
Pekerjaan sehari-hari dipimpin oleh Sudjono S.H. yang diangkat sebagai “Pegawai Negeri Tinggi”, tetapi dalam peran sehari-hari ia disebut sebagai Sekretasis Depertemen dan tugas utama ialah untuk menampung pekerjaan yang ditimbulkan oleh suasana dan keadaan.
Deplu berkantor di Djalan Tjilatjap No.4 kira-kira dua bulan. Pada akhir Oktober 1945, Deplu mendapat gedung sendiri yang terletak di Djalan Pegangsaan Timur No.36. Disinilah mulai berkembang suatu organisasi Deplu yang mempunyai fungsi masih sangat terbatas, antara lain disebabkan karena Republik Indonesia pada waktu itu belum lagi mempunyai perwakilan-perwakilan di luar negeri. Para wakil-wakil negara asing yang berstatus Konsol atau Konsol Djenderal yang ada di Jakarta pada waktu itu tidak diakreditir oleh Pemerintah Indonesia, sehingga mereka hanya kadang-kadang saja datang ke Deplu untuk sesuatu urusan. Fungsi Deplu bertambah setelah Presiden dan Wakil Presiden dalam bulan Januari 1946 pindah ke Yogyakarta dan Deplu lebih sering diminta oleh Konsol-konsol Djenderal asing untuk mengantarkan mereka ke Yogya, atau ke daerah-daerah dan ke kota-kota R.I. lainnya.