Burhanuddin Ulakan
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan (lahir tahun 1646 di Sintuk, Kabupaten Padang Pariaman - meninggal 20 Juni 1704 pada umur 58 tahun) adalah ulama uang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung.Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
Kehidupan awal dan pendidikan
Syeikh Burhanuddin lahir dengan nama Pono. Ia lahir di Ulakan (Pariaman), sebuah desa di dekat Padang Panjang. Masa kecilnya belum banyak mengenal ajaran Islam, dikarenakan orang tua serta lingkungan masyarakatnya belum banyak mengenal ajaran tersebut. Ketika kecil, ia dan ayahnya masih memeluk agama Budha. Namun kemudian, atas ajakan dan dakwah seorang pedagang Gujarat yang saat itu menyebarkan agama Islam di Pekan Batang Bengkawas (sekarang Pekan Tuo), Syeikh Burhanuddin dan ayahnya kemudian meninggalkan agama Budha dan masuk agama Islam.
Menginjak usia dewasa, Syeikh Burhanuddin mulai merantau dan meninggalkan tempat orang tuanya.Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing.
Selama sepuluh tahun, Syeikh Burhanuddin banyak belajar ilmu-ilmu keislaman maupun tarekat dari gurunya, Syekh Abdur Rauf as-Singkili. Ia mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab, tafsir, hadis, fikih, tauhid, akhlak, tasawuf, aqidah, syari'ah dan masalah-masalah yang menyangkut tarekat, hakikat dan makrifat.
Mendirikan pesantren dan menegembangkan tarekat Shatariyah
Setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di Aceh, Syeikh Burhanuddin kembali ke tempat asalnya, Minangkabau, untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. Pada tahun 1680, ia kembali ke Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan yang terletak di kompleks seluas sekitar lima hektare.Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Syeikh Burhanuddin memperoleh penghormatan yang luar biasa oleh masyarakat, sehingga ajaran yang ia bawa mudah diterima di sana.Selain itu, mulai banyak murid dan santri yang berdatangan untuk berguru kepadanya, baik dari wilayah Minangkabau sendiri, Riau, Jambi, Malaka, maupun dari daerah-daerah lain.
Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga memberikan dakwah islamiah melalui pengajian kepada warga masyarakat. Atas usaha Syeikh Burhanuddin tersebut, ajaran Islam cepat menyebar di wilayah Minangkabau.
Kematian
Syeikh Burhanuddin memimpin pesanteren tidak begitu lama, setelah sepuluh tahun memimpin ia meninggal.Kemudian, pesantren tersebut dilanjutkan di bawah kepemimpinan puteranya, Syeikh Abdullah Faqih.
Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama'ah Tarekat Shatariyah. Menurut tradisi setempat, ziarah tersebut disebut Basapa atau "bersafar serempak bersama puluhan ribu orang", karena dilakukan setiap hari Rabu, tanggal 10 Shafar.
Burhanuddin Ulakan Pariaman atau dikenal dengan sebutan Syeikh Burhanuddin Ulakan (lahir tahun 1646 di Sintuk, Kabupaten Padang Pariaman - meninggal 20 Juni 1704 pada umur 58 tahun) adalah ulama uang berpengaruh di daerah Minangkabau sekaligus ulama yang menyebarkan Islam di Kerajaan Pagaruyung.Selain itu ia terkenal sebagai pahlawan pergerakan Islam melawan penjajahan VOC. Ia juga dikenal sebagai ulama sufi pengamal (Mursyid) Tarekat Shatariyah di daerah Minangkabau, Sumatera Barat.
Kehidupan awal dan pendidikan
Syeikh Burhanuddin lahir dengan nama Pono. Ia lahir di Ulakan (Pariaman), sebuah desa di dekat Padang Panjang. Masa kecilnya belum banyak mengenal ajaran Islam, dikarenakan orang tua serta lingkungan masyarakatnya belum banyak mengenal ajaran tersebut. Ketika kecil, ia dan ayahnya masih memeluk agama Budha. Namun kemudian, atas ajakan dan dakwah seorang pedagang Gujarat yang saat itu menyebarkan agama Islam di Pekan Batang Bengkawas (sekarang Pekan Tuo), Syeikh Burhanuddin dan ayahnya kemudian meninggalkan agama Budha dan masuk agama Islam.
Menginjak usia dewasa, Syeikh Burhanuddin mulai merantau dan meninggalkan tempat orang tuanya.Syekh Burhanuddin pernah belajar di Aceh dan berguru kepada Syekh Abdur Rauf as-Singkili, seorang Mufti Kerajaan Aceh yang berpegaruh, yang pernah menjadi murid dan penganut setia ajaran Syekh Ahmad al-Qusyasyi dari Madinah. Oleh Syekh Ahmad keduanya diberi wewenang untuk menyebarkan agama Islam di daerahnya masing-masing.
Selama sepuluh tahun, Syeikh Burhanuddin banyak belajar ilmu-ilmu keislaman maupun tarekat dari gurunya, Syekh Abdur Rauf as-Singkili. Ia mempelajari ilmu-ilmu Bahasa Arab, tafsir, hadis, fikih, tauhid, akhlak, tasawuf, aqidah, syari'ah dan masalah-masalah yang menyangkut tarekat, hakikat dan makrifat.
Mendirikan pesantren dan menegembangkan tarekat Shatariyah
Setelah tiga puluh tahun menuntut ilmu di Aceh, Syeikh Burhanuddin kembali ke tempat asalnya, Minangkabau, untuk menyebarkan ajaran Islam di sana. Pada tahun 1680, ia kembali ke Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan yang terletak di kompleks seluas sekitar lima hektare.Di sana, ia menyebarkan ajaran Islam sekaligus mengembangkan Tarekat Sathariyah. Di surau inilah beberapa aktivitas keagamaan dan sosial dilakukan, seperti shalat lima waktu, belajar ilmu agama, musyawarah, berdakwah, termasuk berkesenian dan mempelajari ilmu bela diri. Surau ini kemudian berkembang pesat dan menjadi sebuah Pondok Pesantren. Syeikh Burhanuddin memperoleh penghormatan yang luar biasa oleh masyarakat, sehingga ajaran yang ia bawa mudah diterima di sana.Selain itu, mulai banyak murid dan santri yang berdatangan untuk berguru kepadanya, baik dari wilayah Minangkabau sendiri, Riau, Jambi, Malaka, maupun dari daerah-daerah lain.
Melalui pesantren asuhannya, Syeikh Burhanuddin mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman kepada para santrinya, seperti ilmu tafsir, hadis, fikih, akidah, dan lain-lain. Selain itu, ia juga memberikan dakwah islamiah melalui pengajian kepada warga masyarakat. Atas usaha Syeikh Burhanuddin tersebut, ajaran Islam cepat menyebar di wilayah Minangkabau.
Kematian
Syeikh Burhanuddin memimpin pesanteren tidak begitu lama, setelah sepuluh tahun memimpin ia meninggal.Kemudian, pesantren tersebut dilanjutkan di bawah kepemimpinan puteranya, Syeikh Abdullah Faqih.
Atas jasa dan perjuangan menyebarkan Islam di Sumatera Barat, hingga saat ini makam Syeikh Burhanuddin mendapat perhatian besar dari para peziarah, terutama oleh para jama'ah Tarekat Shatariyah. Menurut tradisi setempat, ziarah tersebut disebut Basapa atau "bersafar serempak bersama puluhan ribu orang", karena dilakukan setiap hari Rabu, tanggal 10 Shafar.