Ir. H. Aburizal Bakrie (menko perekonomian) | Tokoh Inspiratif

Ir. H. Aburizal Bakrie (menko perekonomian)

Aburizal Bakrie
Informasi pribadi :
    gambar Ir. H. Aburizal Bakrie
  • Lahir : 15 November 1946 (umur 68)
  • Bangsa : Indonesia
  • Partai politik : Golongan Karya
  • Suami/istri : Tatty Murnitriati
  • Anak : Anindya Novyan Bakrie, Anindhita Anestya Bakrie, Anindra Ardiansyah Bakrie
  • Agama : Islam


Ir. H. Aburizal Bakrie, yang juga akrab dipanggil Bakrie, Ical, atau ARB (lahir di Jakarta, 15 November 1946; umur 68 tahun), adalah pengusaha Indonesia yang merupakan Ketua Umum Partai Golkar sejak 9 Oktober 2009. Ia pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya berubah dalam perombakan yang dilakukan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.

Ia adalah anak sulung dari keluarga pengusaha Achmad Bakrie yang berasal dari Lampung. Selepas menyelesaikan kuliah di Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung pada tahun 1973, Ical memilih fokus mengembangkan perusahaan keluarga, dan terakhir sebelum menjadi anggota kabinet, ia memimpin Kelompok Usaha Bakrie dari tahun 1992 hingga 2004. Selama berkecimpung di dunia usaha, Ical juga aktif dalam kepengurusan sejumlah organisasi pengusaha. Sebelum memutuskan meninggalkan karier di dunia usaha, ia menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) selama dua periode (1994-2004).

Pada tahun 2004, Ical memutuskan untuk mengakhiri karier di dunia usaha setelah mendapat kepercayaan sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Kabinet Indonesia Bersatu. Kemudian, pada tanggal 7 Desember 2005, setelah dilakukannya penyusunan ulang kabinet, ia diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, dan setelah terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar pada tahun 2009, waktu dan energinya tercurah untuk mengurus partai. Pada tahun 2012, ia ditetapkan sebagai calon presiden partai Golkar untuk pemilihan umum presiden Indonesia 2014.

Menurut daftar yang dirilis oleh majalah Forbes pada tahun 2007, Bakrie adalah orang terkaya di Indonesia. Bahkan menurut majalah Globe Asia pada tahun 2008, Bakrie adalah orang terkaya di Asia Tenggara. Namun, krisis keuangan global pada tahun 2008 segera menjatuhkan peringkat Ical, dan pada tahun 2012 ia tidak lagi bertengger di daftar orang terkaya di Indonesia.

Di Indonesia, Bakrie adalah figur yang kontroversial karena dianggap bertanggung jawab atas peristiwa semburan lumpur Sidoarjo. Perusahaannya juga terlibat dalam kasus tender operator Sambungan Langsung Internasional (SLI), tunggakan royalti batu bara, dan kasus pajak Bumi.

Kehidupan awal
Bakrie lahir pada tanggal 15 November 1946 di Jakarta, Indonesia, sebagai putra sulung dari pasangan Achmad Bakrie dari Lampung dan Roosniah Nasution dari Sumatra Utara. Bisnis yang nantinya akan diwarisi oleh Bakrie dirintis oleh ayahnya pada tahun 1942 di Teluk Betung, Lampung. Bisnis yang didirikan pada saat itu adalah bisnis kopi, karet, dan lada.

Ia mengambil jurusan teknik elektro di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan berhasil menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1973. Selama mengenyam pendidikan di ITB, Bakrie pernah menjadi anggota Dewan Mahasiswa.Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Senat Mahasiswa Elektro ITB, Ketua Dewan Mahasiswa ITB, salah satu pendiri Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), dan ketua HIPMI ketiga.Karier bisnis

Pada tahun 1972, Bakrie bergabung dengan PT Bakrie & Brothers Tbk yang kini dikenal dengan nama Bakrie Group. Perusahaan tersebut didirikan oleh ayahnya Achmad Bakrie. Antara tahun 1972 hingga 1974, ia menjadi asisten dewan direksi PT Bakrie & Brothers, sementara dari tahun 1974 hingga 1982 ia adalah direktur PT. Bakrie & Brothers. Dari tahun 1982 hingga 1988, ia menjadi wakil direktur utama PT. Bakrie & Brothers, dan dari tahun 1988 hingga 1992 ia menjadi direktur utama PT. Bakrie & Brothers, walaupun pada tahun 2000 ia kembali mengemban jabatan tersebut. Ia juga merupakan direktur utama PT. Bakrie Nusantara Corporation dari tahun 1989 hingga 1992 dan Komisaris Utama Kelompok Usaha Bakrie dari tahun 1992 hingga 2004.

Di bawah kepemimpinannya, bisnis Bakrie Group merambah bidang pertambangan, kontraktor, telekomunikasi, informasi, industri baja, dan media massa (termasuk televisi dan jejaring sosial Path. Berkat bakat bisnisnya pula pada tahun 2006 ia mulai memasuki daftar orang terkaya di Indonesia yang dirilis oleh Forbes. Saat itu ia menempati posisi keenam dengan kekayaan sekitar $1,2 miliar. Kemudian, dalam kurun waktu setahun, Bakrie berhasil menjadi orang terkaya di Indonesia dengan kekayaan bersih sebesar $5,4 miliar. Bahkan menurut majalah Globe Asia pada tahun 2008, dengan jumlah kekayaan senilai $9,2 miliar atau Rp 84,6 triliun, Bakrie merupakan orang terkaya di Asia Tenggara dan mengalahkan Robert Kuok (orang terkaya di Malaysia dengan kekayaan $7,6 miliar), Teng Fong (terkaya di Singapura dengan kekayaan $6,7 miliar), Chaleo Yoovidya (terkaya di Thailand dengan kekayaan $3,5 miliar), dan Jaime Zobel de Ayala (terkaya di Filipina dengan kekayaan $2 miliar). Kekayaan Bakrie pada saat itu meningkat pesat karena saham salah satu anak usaha PT Bakrie and Brothers (PT Bumi Resources Tbk atau BUMI) menanjak dari sekitar Rp 300 per lembar pada tahun 2004 menjadi Rp 5.900 per saham pada tahun 2007. Namun, dalam daftar yang dirilis oleh majalah Forbes pada tahun 2008, peringkat Bakrie turun ke peringkat kesembilan. Hal ini disebabkan oleh krisis perbankan global, jatuhnya harga komoditas, dan hengkangnya para penanam modal, sehingga saham perusahaan-perusahaan Bakrie mengalami penurunan sebesar 90%. Walaupun pada tahun 2009 ia sempat menduduki peringkat keempat, peringkat Bakrie merosot dari peringkat kesepuluh pada tahun 2010 menjadi peringkat ketigapuluh pada tahun 2011, dengan penurunan jumlah kekayaan sebesar $1,2 miliar atau 57 persen. Pada tahun 2012, ia tidak lagi menjadi bagian dari daftar 40 orang terkaya menurut Forbes.  Hal ini terkait dengan utang yang harus dibayar oleh PT Bumi Resources, terutama setelah harga saham Bumi turun 70%.

Karier politik 
Dari tahun 1991 hingga 1995, Bakrie dua kali menjabat sebagai Presiden Forum Bisnis ASEAN, sementara dari tahun 1996 hingga 1998 ia menjadi Presiden Asean Chamber of Commerce & Industry. Bahkan Bakrie juga dua kali menjabat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk periode 1988-1993 dan 1993–1998.
Setelah sebelumnya menjadi Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bidang Industri dan Industri Kecil dari tahun 1988 hingga 1993, Bakrie pernah dua kali menjabat sebagai Ketua Umum KADIN dari tahun 1994 hingga 2004. Selama menjabat sebagai ketua KADIN, ia berhasil menyelesaikan kasus penyelundupan gula, kayu, dan beras. Selain itu, ia memimpin kooperasi sektor swasta dengan pemerintah dan memperhatikan pengembangan usaha kecil dan menengah. Lebih lagi, sebagai ketua KADIN, ia mencoba menjadikan Indonesia sebagai tempat yang kondusif untuk berbisnis. Menurutnya, masalah pengangguran merupakan masalah serius yang hanya dapat diselesaikan dengan mengembangkan iklim investasi yang mendukung. Untuk melakukan hal ini, menurut Bakrie diperlukan perbaikan lingkungan buruh, reformasi pajak, peningkatan keamanan, penegakan hukum yang kuat, dan restrukturisasi program otonomi daerah.

Sebagai anggota partai Golkar, Bakrie pernah mencoba untuk menjadi calon presiden partai Golkar pada tahun 2004. Saat itu Bakrie harus bersaing dengan Wiranto, Prabowo Subianto, Akbar Tandjung, dan Surya Paloh. Namun, konvensi tersebut dimenangkan oleh Wiranto setelah mendapatkan suara sebesar 315. Walaupun gagal, Bakrie kemudian menjabat sebagai anggota Dewan Penasehat DPP Partai Golkar periode 2004-2009.

Menko Perekonomian
Pada tahun 2004, Bakrie berhenti dari PT Bakrie & Brothers Tbk sebelum akhirnya ditunjuk sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. Penunjukannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada awalnya sempat menimbulkan kegelisahan. Segera setelah menjadi bagian dari kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, Bakrie melancarkan kebijakan baru yang dimaksudkan untuk mengurangi jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 3% dengan mengurangi subsidi BBM dan sebagai gantinya memberi bantuan keuangan kepada sekitar enam juta orang. Bakrie meyakini bahwa pemerintah perlu meningkatkan harga BBM secara perlahan agar subsidi BBM tidak membebani APBN sementara mendekatkan harga BBM dengan harga internasional. Pada Oktober 2005, setelah dua kali dinaikkan, harga BBM meningkat sebesar 126%. Standard & Poor's menganggap kenaikan tersebut diperlukan untuk mengurangi tekanan pada anggaran pendapatan dan belanja negara.
Bakrie juga mencoba mengakhiri perseturuan antara ExxonMobil Corporation dan PT Pertamina. Kedua perusahaan tersebut berselisih mengenai pembagian keuntungan dan pengoperasian di Blok Cepu. Bakrie berjanji bahwa pemerintah baru ingin menyelesaikan masalah di Cepu dan masalah lain yang terkait dengan perusahaan internasional untuk memperbaiki iklim investasi di Indonesia.

Menkokesra
Setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyusun kembali kabinetnya pada tahun 2005, Bakrie diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia. Pada Mei 2008, Bakrie menyatakan bahwa pemerintah memberikan bantuan langsung tunai senilai 14,1 triliun rupiah kepada 19 juta keluarga miskin untuk membantu mereka menghadapi kenaikan harga BBM.
Ketua Golkar

Pada tanggal 8 Oktober 2009, dalam Musyawarah Nasional (Munas) VIII di Pekanbaru, Riau, Bakrie terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar setelah mengalahkan Surya Paloh, Yuddy Chrisnandi, Hutomo Mandala Putra. Ia berhasil meraih 296 suara (lebih dari 55 persen), sementara Surya Paloh mendapatkan 240 suara dan dua pesaing lainnya tidak mendapat suara satupun. Bakrie menjanjikan bahwa Golkar akan memenangkan pemilihan kepala daerah gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia, serta memilih kader partai yang terbaik dan terpopuler untuk maju dalam setiap pilkada atau pemilu. Ia juga menyatakan dalam pidato politiknya saat penutupan Munas VIII bahwa terdapat empat program yang akan ia lakukan untuk Golkar, yaitu:
  • Konsolidasi (baik vertikal maupun horizontal): semua kader dan pengurus di pusat dan daerah harus menyatu, disiplin, dan mengikuti garis partai dengan menghormati kesepakatan partai
    Kaderisasi: pemilihan kader terbaik Golkar di seluruh Indonesia dan pada saat yang sama pencetakan kader baru melalui kaderisasi
  • Melakukan kreativitas dan ketajaman ide serta gagasan: perumusan solusi yang kreatif melalui ide-ide yang cemerlang
  • Memenangkan pemilu, pemilihan presiden, dan pemilihan kepala daerah. Menurutnya, Golkar harus "menguningkan Indonesia"

Di bawah kepemimpinan Ical, partai Golkar berhasil meraih suara sebesar 18.432.312 atau 14,75 persen dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2014. Jumlah ini lebih besar 0,3 persen dari jumlah suara Golkar dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 2009. Akan tetapi, persentase ini berada jauh di bawah target partai, yaitu 30%. Selain itu, jumlah kursi yang diperoleh Golkar juga menurun dari 106 kursi menjadi 91 kursi. Terkait hal tersebut, Bakrie secara resmi meminta maaf kepada seluruh pengurus partai dalam rapat pimpinan nasional Golkar VI.
Visi 2045

Di bawah pimpinan Aburizal Bakrie, partai Golkar menghasilkan cetak biru yang disebut "Visi Indonesia 2045: Negara Kesejahteraan", yang dimaksudkan sebagai aksi partai menuju tahun 2045. Visi ini memprioritaskan reformasi birokrasi, pendidikan, kesehatan, industri, pertanian, kelautan, infrastruktur, usaha mikro kecil menengah, dan koperasi. Keseluruhan prioritas ini dilaksanakan dan diintegrasikan melalui "Catur Sukses Pembangunan Nasional", yaitu pertumbuhan, pemerintahan, stabilitas, dan nasionalisme baru. Sementara itu, pokok-pokok strategi yang dikembangkan dalam visi ini meliputi pembangunan Indonesia dari desa, penguatan peran negara, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, pemerataan pendapatan di antara masyarakat, pemerataan pembangunan antar daerah dan antar wilayah, pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, penguatan komunitas dalam kerangka program pemberdayaan, pembangunan berkelanjutan yang berbasis "ekonomi biru" dan "ekonomi hijau", penegakkan hukum dan hak asasi manusia, pengembangan industri berbasis IPTEK dan inovasi berdaya saing tinggi, dan revitalisasi pertanian pangan dan niaga.

Rencana dalam visi ini sendiri dibagi menjadi tiga tahap.Pada dasawarsa pertama, akan dibangun landasan menuju negara maju, sementara pada dasawarsa kedua akan dilakukan percepatan pembangunan. Pada dasawarsa ketiga, Indonesia akan dimantapkan sebagai negara maju.Beberapa indikator digunakan untuk mengukur keberhasilan tahapan-tahapan tersebut, seperti pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, tingkat pengangguran, angka kemiskinan, harapan hidup, koefisien Gini, dan Indeks Pembanguna

Sumber Dari :