Pajonga Daeng Ngalle
Informasi Pribadi :
Pada bulan Oktober 1945 bersama bangsawan lain seperti : (Andi Mappayuki) Bone, Andi Jemma dari Lawu, Andi Bau Massape (Sup pare-pare) Andi Pengeran Pellarani mengikuti konprensi raja-raja se-Sulawesi Selatan di Yogya, konprensi merumuskan satu resolusi mendukung pemerintah RI di Sulawesi sebagai satu-satunya pemerintah yang sah dibawah Gubernur Ratulangi. Raja Pajonga Daeng Ngalie mengumumkan polombangkeng sebagai wilayah De Fakto Negara RI, hal ini menunjukan Karaeng Pajonga sebagai seorang nasionalis.
Menghadapi pemerintah Belanda yang ingin mengembalikan pemerintah jajahannya karaeng pajonga menjadikan plombangkeng sebagai pusat gerakan menggantikan posisi makasar yang pada saat itu sudah tidak aman, polombangkeng menjadi pusat bersatunya para tokoh pemuda perjuangan dari makassar, takalor, gowa, banteng.
Untuk mempertahankan proklamasi, Pajonga Daeng Ngalie membentuk Laskar Gerakan Muda Bajoang sebagai wadah perjuangan bersenjata yang diketuainya sendiri. Hal ini menunjukkan beliau memiliki karakter pejuang yang tidak mau kompromi dengan penjajah Belanda.
Pada bulan Juli 1946 ketika Van Mook melakukan Konferensi Maleno untuk membentuk negara boneka Indonesia Timur (NIT), maka laskar lipan bajoang Pajonga Daeng Ngalle melaksanakan konferensi antar laskar se-Sulawesi Selatan, guna menyatukan, visi strategis dan kekuatan perjuangan yang hadir 19 laskar membentuk LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dengan panglimanya Ranggong Daeng Romo Sekretaris Jenderal Robert Walter Monginsidi.
Perjuangan dan pengabdian Karaeng Pajonga Daeng Ngalle mengundang nilai-nilai persatuan dan berskala nasional. Atas jasa-jasa beliau, pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahalawan Nasional dengan Keputusan Presiden RI Nomor : 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006 dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana.
Informasi Pribadi :
- Tanggal lahir : di Takalar, Sulawesi Selatan, 1901
- Meninggal dunia : di Takalar, Sulawesi Selatan, 23 Februari 1958)
- Adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia dan juga seorang Karaeng (kepala pemerintahan distrik) Polongbangkeng pada tahun 1934.
Pada bulan Oktober 1945 bersama bangsawan lain seperti : (Andi Mappayuki) Bone, Andi Jemma dari Lawu, Andi Bau Massape (Sup pare-pare) Andi Pengeran Pellarani mengikuti konprensi raja-raja se-Sulawesi Selatan di Yogya, konprensi merumuskan satu resolusi mendukung pemerintah RI di Sulawesi sebagai satu-satunya pemerintah yang sah dibawah Gubernur Ratulangi. Raja Pajonga Daeng Ngalie mengumumkan polombangkeng sebagai wilayah De Fakto Negara RI, hal ini menunjukan Karaeng Pajonga sebagai seorang nasionalis.
Menghadapi pemerintah Belanda yang ingin mengembalikan pemerintah jajahannya karaeng pajonga menjadikan plombangkeng sebagai pusat gerakan menggantikan posisi makasar yang pada saat itu sudah tidak aman, polombangkeng menjadi pusat bersatunya para tokoh pemuda perjuangan dari makassar, takalor, gowa, banteng.
Untuk mempertahankan proklamasi, Pajonga Daeng Ngalie membentuk Laskar Gerakan Muda Bajoang sebagai wadah perjuangan bersenjata yang diketuainya sendiri. Hal ini menunjukkan beliau memiliki karakter pejuang yang tidak mau kompromi dengan penjajah Belanda.
Pada bulan Juli 1946 ketika Van Mook melakukan Konferensi Maleno untuk membentuk negara boneka Indonesia Timur (NIT), maka laskar lipan bajoang Pajonga Daeng Ngalle melaksanakan konferensi antar laskar se-Sulawesi Selatan, guna menyatukan, visi strategis dan kekuatan perjuangan yang hadir 19 laskar membentuk LAPRIS (Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi) dengan panglimanya Ranggong Daeng Romo Sekretaris Jenderal Robert Walter Monginsidi.
Perjuangan dan pengabdian Karaeng Pajonga Daeng Ngalle mengundang nilai-nilai persatuan dan berskala nasional. Atas jasa-jasa beliau, pemerintah RI menganugerahi Gelar Pahalawan Nasional dengan Keputusan Presiden RI Nomor : 085/TK/Tahun 2006 tanggal 3 November 2006 dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana.