Baris Hutagalung
Informasi pribadi :
Baris Hutagalung (lahir tahun 1933) adalah pemain catur terbaik Indonesia tahun 1950-1960-an, seangkatan dengan Dr. Max Wotulo. FKN Harahap (alm), seorang penulis catur mencatatnya sebagai pecatur terbaik Indonesia pada masanya sejajar dengan Tan Hiong Liong (era sebelum PD II) dan GM Ardiansyah (era 1980-an).
Kejurnas ke-2 tahun 1954 di Tegal
Baris Hutagalung menjadi juara dengan poin 11 dari kemungkinan 12 (92%). Runner-up-nya adalah adalah Aroval Bachtiar yang menjadi juara kejurnas sebelumnya. Baris Hutagalung memiliki dendam tersendiri karena pendaftarannya pada kejurnas pertama tahun 1953 ditolak oleh panitia karena kesalahfahaman. Padahal saat itu dia adalah pecatur terkuat di Jakarta.
Kejurnas ke-3 tahun 1955 di Jakarta
Baris Hutagalung menjadi juara dengan bantuan Arovah Bachtiar yang mengalahkan "anak ajaib" Lim Hong Gie (kemudian dikenal dengan Lugito Hayadi). Tiga besar dalam kejuaraan ini Baris Hutagalung, Lim Hong Gie, Max Arie Wotulo adalah orang-orang pertama yang diberi gelar Master Nasional (MN) oleh Percasi. Saat itu Baris baru berusia 22 tahun, Max berusia 21 tahun dan Lim Hong Gie masih siswa SMP Kanisius berusia 15 tahun!!
Kejurnas ke-4 tahun 1956 di Magelang
Baris hanya mampu menjadi juara k-3. Kejuaraan ini dikenang sebagai kejuaraan yang penuh kejutan. Baris dikalahkan oleh Arovah Bachtiar dan pemain tidak terkenal asal Tegal, Suparno. Suparno adalah kejutan dalam kejuaraan ini dengan mengalahkan banyak pemain unggulan termasuk Baris, juara-2: Arovah dan juara-4 (Achmad Abdul Sattar). Yang menjadi juara dalam kejuaraan ini adalah Abubakar Baswedan. Pemain penuh harapan Max Wotulo, telah memenangkan 8 angka dari 8 partai pertama terpaksa mundur di sisa 2 partai karena sakit. Max memang dikenal memiliki fisik yang lemah. Di kemudian hari Max dikenal sebagai doktor Matematika terkemuka di Indonesia. Setelah itu diadakan pertandingan eksebisi melawan GM Yuri Averbakh yang dimenangkan oleh Baris 1-0.
Kejurnas ke-5 tahun 1958 di Malang
Kejuaraan ini terdiri atas dua tahapan: penyisihan dan final. Baris lolos sebagai salah satu dari 13 finalis. Namun kejuaraan ini dibatalkan secara unik. Sebelum final dimulai Kusno Kromodiharjo diusulkan main di final dengan alasan dia tidak konsentrasi saat penyisihan (!), dan usul itu diterima. Kenyataan bahwa Kusno berhasil masuk memberi ide kepada ketua Percasi Sumut untuk memasukkan Merlep Ginting dari Sumut dengna alasan sama. Merlep tidak konsentrasi karena saat itu kehilangan dompet (!!). Esoknya empat finalis kemudian mogok main mendesak agar pecatur Surabaya, Lim Kok An diperkenankan juga main, karena saat penyisihan dia sakit. Saat itu terjadilah pertengkaran. Akhirnya ketua percasi saat itu FKN Harahap membatalkan seluruh kejuaraan.
Kejurnas ke-6 tahun 1960 di Medan
Baris menjadi juara. Dan ini terakhir kalinya ia bermain catur, setelah itu ia meninggalkan catur dan menggeluti olahraga baru: Bridge.
Kejuaraan zona Pasifik tahun 1960 di Sydney
Tahun 1960, Baris mengikuti Kejuaraan Zona Pacific di Sydney. Kejuaraan ini untuk mencari penantang Mikhail Botvinnik, juara dunia saat itu pada tahun 1963. Baris datang sebagai Juara Indonesia. Sayangnya pemenangnya adalah Cecil Purdy, juara Australia.
Bridge
Kemudian Baris meninggalkan catur dan menggeluti olahraga bridge, seangkatan dengan maestro bridge Indonesia: Henky Lasut, Denny Sacul dan Manoppo bersaudara. Prestasinya yang terbaik adalah saat memboyong Piala Rebullida, juara bridge timur jauh pertama kalinya tahun 1962 dan 1975 bersama Eddy Nayoan, Alex Fransz dan Dr. Andoe.
Keluarga
Keluarga Hutagalung sangat menggemari catur, Maruli Hutagalung, keponakannya adalah satu-satunya jaksa yang meraih norma MN. Semasa hidupnya Baris Hutagalung pernah menikah dengan B br. Sinaga dan dikaruniai empat orang puteri yaitu Febri Hutagalung (almh), Magdalena Agave Hutagalung, Helen Desire Hutagalung, dan Erosika Hutagalung.
Masa tua
Baris Hutagalung pada masa tuanya mendirikan sekolah catur di Stasiun Cawang.
Referensi
Informasi pribadi :
- Asal negara : Indonesia
- Gelar : Master Nasional
Baris Hutagalung (lahir tahun 1933) adalah pemain catur terbaik Indonesia tahun 1950-1960-an, seangkatan dengan Dr. Max Wotulo. FKN Harahap (alm), seorang penulis catur mencatatnya sebagai pecatur terbaik Indonesia pada masanya sejajar dengan Tan Hiong Liong (era sebelum PD II) dan GM Ardiansyah (era 1980-an).
Kejurnas ke-2 tahun 1954 di Tegal
Baris Hutagalung menjadi juara dengan poin 11 dari kemungkinan 12 (92%). Runner-up-nya adalah adalah Aroval Bachtiar yang menjadi juara kejurnas sebelumnya. Baris Hutagalung memiliki dendam tersendiri karena pendaftarannya pada kejurnas pertama tahun 1953 ditolak oleh panitia karena kesalahfahaman. Padahal saat itu dia adalah pecatur terkuat di Jakarta.
Kejurnas ke-3 tahun 1955 di Jakarta
Baris Hutagalung menjadi juara dengan bantuan Arovah Bachtiar yang mengalahkan "anak ajaib" Lim Hong Gie (kemudian dikenal dengan Lugito Hayadi). Tiga besar dalam kejuaraan ini Baris Hutagalung, Lim Hong Gie, Max Arie Wotulo adalah orang-orang pertama yang diberi gelar Master Nasional (MN) oleh Percasi. Saat itu Baris baru berusia 22 tahun, Max berusia 21 tahun dan Lim Hong Gie masih siswa SMP Kanisius berusia 15 tahun!!
Kejurnas ke-4 tahun 1956 di Magelang
Baris hanya mampu menjadi juara k-3. Kejuaraan ini dikenang sebagai kejuaraan yang penuh kejutan. Baris dikalahkan oleh Arovah Bachtiar dan pemain tidak terkenal asal Tegal, Suparno. Suparno adalah kejutan dalam kejuaraan ini dengan mengalahkan banyak pemain unggulan termasuk Baris, juara-2: Arovah dan juara-4 (Achmad Abdul Sattar). Yang menjadi juara dalam kejuaraan ini adalah Abubakar Baswedan. Pemain penuh harapan Max Wotulo, telah memenangkan 8 angka dari 8 partai pertama terpaksa mundur di sisa 2 partai karena sakit. Max memang dikenal memiliki fisik yang lemah. Di kemudian hari Max dikenal sebagai doktor Matematika terkemuka di Indonesia. Setelah itu diadakan pertandingan eksebisi melawan GM Yuri Averbakh yang dimenangkan oleh Baris 1-0.
Kejurnas ke-5 tahun 1958 di Malang
Kejuaraan ini terdiri atas dua tahapan: penyisihan dan final. Baris lolos sebagai salah satu dari 13 finalis. Namun kejuaraan ini dibatalkan secara unik. Sebelum final dimulai Kusno Kromodiharjo diusulkan main di final dengan alasan dia tidak konsentrasi saat penyisihan (!), dan usul itu diterima. Kenyataan bahwa Kusno berhasil masuk memberi ide kepada ketua Percasi Sumut untuk memasukkan Merlep Ginting dari Sumut dengna alasan sama. Merlep tidak konsentrasi karena saat itu kehilangan dompet (!!). Esoknya empat finalis kemudian mogok main mendesak agar pecatur Surabaya, Lim Kok An diperkenankan juga main, karena saat penyisihan dia sakit. Saat itu terjadilah pertengkaran. Akhirnya ketua percasi saat itu FKN Harahap membatalkan seluruh kejuaraan.
Kejurnas ke-6 tahun 1960 di Medan
Baris menjadi juara. Dan ini terakhir kalinya ia bermain catur, setelah itu ia meninggalkan catur dan menggeluti olahraga baru: Bridge.
Kejuaraan zona Pasifik tahun 1960 di Sydney
Tahun 1960, Baris mengikuti Kejuaraan Zona Pacific di Sydney. Kejuaraan ini untuk mencari penantang Mikhail Botvinnik, juara dunia saat itu pada tahun 1963. Baris datang sebagai Juara Indonesia. Sayangnya pemenangnya adalah Cecil Purdy, juara Australia.
Bridge
Kemudian Baris meninggalkan catur dan menggeluti olahraga bridge, seangkatan dengan maestro bridge Indonesia: Henky Lasut, Denny Sacul dan Manoppo bersaudara. Prestasinya yang terbaik adalah saat memboyong Piala Rebullida, juara bridge timur jauh pertama kalinya tahun 1962 dan 1975 bersama Eddy Nayoan, Alex Fransz dan Dr. Andoe.
Keluarga
Keluarga Hutagalung sangat menggemari catur, Maruli Hutagalung, keponakannya adalah satu-satunya jaksa yang meraih norma MN. Semasa hidupnya Baris Hutagalung pernah menikah dengan B br. Sinaga dan dikaruniai empat orang puteri yaitu Febri Hutagalung (almh), Magdalena Agave Hutagalung, Helen Desire Hutagalung, dan Erosika Hutagalung.
Masa tua
Baris Hutagalung pada masa tuanya mendirikan sekolah catur di Stasiun Cawang.
Referensi