Jack Lesmana Musisi jazz | Tokoh Inspiratif

Jack Lesmana Musisi jazz

Fhoto Jack_lesmanaJack Lesmana
Informasi Pribadi :
  • Nama lahir : Jack Lemmers
  • Nama lain : Jack Lesmana
  • Lahir : 18 Oktober 1930 Banyuwangi, Jawa Timur, Hindia Belanda
  • Meninggal : 17 Juli 1988 Jakarta, Indonesia
  • Pekerjaan  : musisi Jazz
  • Tahun aktif : 1955 - 1986
  • Hubungan : Bubi Chen
  • Pasangan : Nien Lesmana
  • Anak : Mira Lesmana, Indra Lesmana
Jack Lesmana (lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 18 Oktober 1930 – meninggal di Jakarta, 17 Juli 1988 pada umur 57 tahun) adalah seorang tokoh musik jazz Indonesia.

Biografi
Jack Lesmana terlahir dengan nama Jack Lemmers dari ayah seorang Madura dan ibu yang berdarah campuran Jawa dan Belanda. Ia menggunakan nama "Lemmers", mengikuti nama ayahnya yang diadopsi oleh seorang Belanda.

Ayah Jack adalah penggemar biola, sementara ibunya pernah menjadi penyanyi dan penari dalam kelompok opera Miss Riboet. Pada usia 10 tahun Jack telah pandai bermain gitar. Dua tahun kemudian ia berkenalan dengan musik jazz dengan bermain dalam sebuah kelompok musik Dixieland.

Pada usia 15 tahun, ia pernah bergabung sebagai gitaris pada grup musik Berger Quartet yang terdiri dari Berger (piano), Putirai (drum), dan Jumono (bass). Ia juga ikut memainkan boogie-woogie bersama Boogie-Woogie Rhytmics dengan para pemusik antara lain : Micki Wyt sebagai pemimpin dan pemain piano, Oei Boeng Leng (gitar), Jack Lesmana memainkan (bass) dan Benny Heynen (klarinet). Setelah itu bersama Maryono (klarinet), Andy Sayifin (saksofon alto), Lody Item (gitar, ayah dari musisi Jopie Item), Suwarto (piano), Tuharjo dan Kadam (trompet), bergabung dalam band Irama Samudra. Kemudian bersama Maryono dan Bubi Chen, Jack Lesmana mendirikan Jack Lemmers Quartet, yang kemudian pada akhirnya diubah namanya menjadi Jack Lesmana Quintet.

Nama terakir inilah yang sering muncul mengasuh program musik jazz di RRI Surabaya. Pada tahun 1951 Jack diterima bekerja di Angkatan Laut Republik Indonesia. Tugas sehari-harinya adalah menye-trika seragam pegawai. Di tempat ia bekerja, Jack bergabung pada kelompok musik pimpinan R. Iskak, ayah pemain film Indriati Iskak dan Alice Iskak. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1960, atas ajakan Wim Gontha, ayah Peter F. Gontha, Jack berangkat ke Jakarta. Ia diterima sebagai teknisi rekaman di perusahaan PH Irama milik Suyoso Karsono alias Mas Yos, seorang pensiunan Angkatan Udara RI. Inilah perusahaan piringan hitam pertama di Indonesia. Jack pun bergabung dengan grup musik Gema Irama.

Irama jazz
Pada awal dasawarsa 50-an, ayah dari Indra dan Mira Lesmana ini mulai terlihat berkutat dengan musik jazz dengan membentuk Jack Lesmana Quartet yang antara lain didukung pianis berbakat, Bubi Chen. Selanjutnya, grup ini lalu berubah menjadi Jack Lesmana Quintet.Pada tahun 1959, Jack Lesmana ikut mendukung album Bubi Chen bertajuk Bubi Chen With Strings yang dirilis PT Lokananta. Kabarnya, album ini pernah dibahas oleh Willis Connover, seorang pengamat jazz asal Amerika Serikat.

Di pertengahan era 60-an, Jack Lesmana (gitar) bersama Bubi Chen (piano), Benny Mustapha van Diest (drum), Maryono (flute, saxophone), dan Jopie Chen (bas), membentuk kelompok jazz Indonesian All Stars. Kelompok jazz ini memang sangat menjanjikan. Mereka bahkan mendapat undangan bermain jazz di Australia, Amerika Serikat, serta Jerman.

Melihat kualitas dan kiprah bermusik Indonesian All Stars, Tony Scott seorang peniup clarinet jazz Amerika Serikat yang kebetulan tengah berada di Jakarta tertarik untuk melakukan kolaborasi dalam pertunjukan maupun rekaman. Alhasil muncullah album Djanger Bali yang mereka rekam di MPS Studio Villingen-Schwenningen, Black Forest Jerman selama dua hari berturut-turut pada tanggal 27 dan 28 Oktober 1967. Album ini berisikan empat tembang tradisonal Indonesia yaitu, "Ilir Ilir", "Burung Kakatua", "Gambang Suling", dan "Djanger Bali". Selebihnya adalah "Mahlke" karya gitaris Attila Zoller dan Summertime karya George dan Ira Gershwin dari Porgy & Bess.Sukses ini tidak lepas dari dukungan penuh perusahaan penerbangan Belanda, Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM), yang memungkinkan Jack dan kawan-kawan melanglang buana.

Irama Lenso
Pada tahun 1960-an, sesuai dengan anjuran Presiden Soekarno tentang indonesianisasi nama-nama, Jack mengubah namanya menjadi Jack Lesmana. Tak hanya itu, hubungan antara Bung Karno dan Jack Lesmana bahkan bisa disebut dekat. Apalagi pada saat itu Bung Karno tengah gencar-gencarnya mengganyang musik ngak-ngik-ngok yang dianggap produk Barat yang dekaden. Gerakan budaya yang digencarkan Bung Karno adalah menggiatkan musik yang dianggap mewakili tata krama budaya Timur yaitu irama lenso.

Jack Lesmana pun menafsirkan dan memainkan irama lenso itu bersama kelompok yang dipimpinnya saat itu, yakni Orkes Irama. Kelompok yang juga didukung Mas Yos, pemilik perusahaan rekaman Irama Records ini, lalu merilis album Mari Bersuka Ria dengan Irama Lenso pada dasawarsa 60-an untuk mengimbangi derasnya budaya Barat yang diwakili musik rock and roll itu. Di album itu Orkes Irama mengiringi penyanyi top saat itu, seperti Bing Slamet, Titiek Puspa, Lilis Suryani, serta Nien Lesmana, adik kandung Mas Yos yang juga istri Jack Lesmana.

Di Jakarta, karier Jack rupanya semakin berkibar seiring dengan ramainya musik jazz memeriahkan tempat-tempat hiburan seperti kafe atau bar. Ia bergaul luas di kalangan komunitas jazz. Sahabatnya antara lain Mus Mualim dan dedengkot The Jazz Rider, Bill Saragih.

Irama Record
Kontribusi Jack Lesmana dalam industri musik Indonesia mulai tertuang ketika dia bergabung dengan perusahaan rekaman Irama Record milik pengusaha Soejoso. Di sini, Jack Lesmana memiliki peranan penting sebagai penata musik sekaligus supervisor musik. Jack tak hanya dikenal sebagai pemusik yang terampil bermain jazz saja. Dia juga bisa memainkan jenis musik apa saja termasuk musik pop. Dalam album yang dirilis Irama Record, Jack Lesmana yang terampil memainkan instrumen gitar, bass, piano, dan trombone, ini, mengiringi sederet penyanyi pop mulai dari Oslan Husein, Nien Lesmana, Ivo Nilakrishna, dan Bing Slamet.

Bahkan bersama Orkes Gita Karana, ia mengiringi penyanyi kanak-kanak Endi dan Adi atau memainkan musik Latin bersama Orkes Gema Irama. Jack juga mengiringi lagu-lagu bernuansa Sunda bersama Orkes Nada Kencana. Di awal dasawarsa 60-an, Jack Lesmana pun mulai mengisi ilustrasi musik film antara lain film bertajuk Malam tak Berembun, Djantung Hati, dan masih banyak lagi. Jelas sudah bahwa Jack Lesmana adalah sosok pemusik serba bisa.

Nada dan Improvisasi
Untuk memomulerkan musik jazz, Jack Lesmana seolah tak berhenti berjuang. Dia banyak menghimpun pemusik-pemusik jazz dalam sebuah komunitas yang dibentuknya secara konstruktif. Pria ini antara lain menggagas pertunjukan jazz di lahan seni budaya prestisius yaitu Taman Ismail Marzuki pada era 70-an. Secara bersamaan pada tahun 1969-1979, Jack pun mengelola acara jazz bulanan di layar kaca TVRI bertajuk Nada dan Improvisasi yang menampil kan banyak pemusik jazz baik dari kalangan yang telah mapan maupun pemula.

Saat itu di kediamannya di kawasan Tebet, Jakarta Timur, seolah padepokan untuk mengasah para pemusik jazz. Di situ mereka berdiskusi dan bermain jazz, beberapa diantaranya seperti : Benny Likumahuwa, Oele Pattiselanno, Perry Pattiselanno, Abadi Soesman, Candra Darusman, Jeffrey Tahalele dan lain-lain. Jack Lesmana dengan disiplin yang tinggi menularkan ilmu jazznya. Ia memang merupakan sosok guru yang gigih.Pada awal 1970-an Jack pernah menjabat sebagai Direktur Pendidikan pada Yasmi Music School.

Pada tahun 1978, Jack Lesmana bersama Indra Lesmana berkesempatan pergi ke Australia untuk tampil dalam pekan budaya ASEAN Trade Fair. Saat itulah, Indra mencoba untuk mengikuti ujian masuk di New South Wales Conservatory School of Music di Sydney dan akhirnya diterima. Atas bantuan Kedutaan Australia, Indra mendapatkan beasiswa penuh untuk sekolah di koservatorium tersebut. Tak hanya itu, Kementrian luar negeri Australia juga memberikan izin menetap bagi Jack, Indra dan keluarganya. Pada tahun 1979 berangkatlah Jack bersama keluarganya pindah ke Australia selama lima tahun. Jack mengajar di konservatorium, sementara Indra menimba ilmu pada Don Burrows, Roger Frampton dan Paul Mc Namara di sekolah tersebut.

Sepulangnya dari Australia pada tahun 1984, Jack Lesmana sempat mendirikan sekolah musik yang bernama Forum "Musik Indra & Jack Lesmana". Tercatat beberapa pemusik sempat mengajar di sekolah tersebut, antara lain seperti : Benny Likumahuwa, Fariz RM, Gilang Ramadhan, Tito Sumarsono, Donny Suhendra, Pra Budi Dharma, Riza Arshad dan lain-lain. Jack Lesmana juga sempat menulis buku yang isinya seputar teori musik yang berjudul "IMPRO 1" dan "IMPRO 2".

Jack Lesmana meninggal dunia di Jakarta pada 17 Juli 1988 setelah lama menderita penyakit Cryoglobulinemia, semacam kekacauan dimana cryoglobulins menyerang peredaran darah manusia. Selain itu, penyakit diabetes juga telah lama bersarang dalam tubuhnya. Ia meninggalkan seorang istri, Nien Lesmana, yang seorang penyanyi, dan empat orang anak, di antaranya adalah Indra Lesmana, yang melanjutkan karier ayahnya sebagai pemusik jazz dan Mira Lesmana yang menjadi produser Film Indonesia.

Sumber : Wikipedia