Prof. Dr.Mahar Mardjono Rektor Universitas Indonesia ke-7 | Tokoh Inspiratif

Prof. Dr.Mahar Mardjono Rektor Universitas Indonesia ke-7

Fhoto Mahar_mardjonoProf. Dr.Mahar Mardjono
Informasi pribadi :
  • Lahir : 8 Januari 1923 Semarang, Hindia Belanda
  • Meninggal :19 September 2002 (umur 79) Jakarta, Indonesia
  • Kebangsaan : Bendera Indonesia Indonesia
  • Alma mater : Ika Daigaku, Universitas Indonesia, Armed Forces Institute of Pathology, University of California
  • Profesi : Dokter, Akademisi
Prof. Dr. Mahar Mardjono (lahir di Semarang, Jawa Tengah, 8 Januari 1923 – meninggal di Jakarta, 19 September 2002 pada umur 79 tahun) adalah mantan Rektor Universitas Indonesia (1974-1982), guru besar pertama Neurologi pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mantan Ketua tim dokter Kepresidenan Republik Indonesia pada masa Presiden Soekarno dan Soeharto (1966-1976), dan Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (1982-1985).

Biografi
Ia adalah Rektor Universitas Indonesia (1973-1982) yang menjadi saksi dua peristiwa penting dalam sejarah pergerakan mahasiswa masa 
Orde Baru, yakni Malari (Malapetaka 15 Januari, 1974) dan aksi mahasiswa memprotes NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kemahasiswaan, 1978).

Saat menjadi ketua, PB IDI menghadapi masalah 45 dokter yang dituduh menerima suap dari pabrik obat. Tga dokter mendapat peringatan keras dan seorang dokter dicabut izin praktiknya. Namun, Mahar juga tak luput dari ujian. Ketika menjadi dokter dari 
Presiden Soekarno, ia kemudian menyadari bahwa obat-obat yang diresepkannya ternyata dihambat diberikan kepada Soekarno.

Pendidikan almarhum dimulai dari ELS (Europesche Lagere School) di Pare, Kediri (1930-1936), HBS (Hogere Burger School) di Malang (1936-1941) Geneeskundige Hogeshool/Ika Daigaku, Jakarta (1942-1945) dan lulus Fakultas Kedokteran UI (1952).

Kemudian melanjutkan spesialisasi Neurologi, Universitas California, San Francisco (1955) dan sejak 1955 hingga 1993 sebagi dosen dan guru besar FKUI serta pernah mengikuti Pendidikan Militer Peta, dan menjadi anggota hingga Ketua Tim Dokter Ahli Kepresidenan RI pada masa 
Presiden Soekarno dan 
Presiden Soeharto (1966-1976).

Ketegasan dan kegigihan Mahar, bisa diperoleh dari darah ayahnya, yang juga seorang pejuang. Lima tahun sebelum Mahar Mardjono lahir, sekitar tahun 1918, ayahnya Mardjono Martosoedirdjo dan ibunya Srijati dibuang dari rumah sakit Semarang ke Manokwari di Nieuw Guinea.

Mahar Mardjono yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara (dua laki-laki dan dua
wanita) itu masa kecilnya di Semarang hanya dijalani dalam beberapa tahun saja. Selebihnya di Probolinggo, Jawa Timur. Selesai menjabat Rektor UI (1974-1982), Mahar dipercaya menjadi Ketua Umum (IDI) (1982-1985).

Selepas itu, ia ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pertimbangan IDI, yang tugasnya mengurursi masalah kode etik kedokteran. Pada 1982-1985, Mahar Mardjono diminta oleh Dirjen Dikti Dep P dan K, menjadi Ketua Konsorium Ilmu-ilmu kesehatan.

Selepas dari jabatan Rektor UI selama dua periode, Mahar masih sempat aktif sebagai
Direktur Pusat Kajian Otak Indonesia, anggota Tim Dokter Kepresidenan, Ketua Komisi Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan anggota Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional.

Semangat dan rasa humornya yang besar membuat ia terus bertahan ketika hari-harinya dihabiskan dengan keluar masuk rumah sakit karena serangan stroke dan gagal ginjal. Menurut menantunya, Titie Indroyono, selama tiga tahun terakhir Mahar harus cuci darah 2-3 kali seminggu. 

Sumber :