Muchtar Lutfi
Informasi pribadi :
Kehidupan
Muchtar Lutfi adalah seorang Minangkabau. Ayahnya bernama H. Abdul Latief Rasyidi, seorang ulama yang pernah memimpin surau Jembatan Besi Padang Panjang. Pada tahun 1908, Muchtar dimasukkan ke sekolah nagari tiga tahun di Balingka, sebelum diserahkan kepada Syekh Abdul Karim Amrullah untuk memperdalam ilmu agama. Pada tahun 1911, Abdul Karim Amrullah pindah ke Padang Panjang untuk mengajar di surau Jembatan Besi, dan ia pun dibawanya serta. Di surau Jembatan Besi, ia mengembangkan bakatnya dalam berpidato dan berdebat dalam masalah agama. Kemampuannya itu telah menimbulkan kepercayaan Zainuddin Labay el Yunusi, pendiri dan pemimpin Diniyah School Padang Panjang, untuk mengangkatnya sebagai pemimpin Diniyah School cabang Sibolga. Sekembalinya dari Sibolga, Muchtar dianggkat menjadi guru di Sekolah Raja dan OSVIA.
Ketika menjadi guru, ia mengarang buku yang menentang pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Oleh karenanya ia dicari pemerintah kolonial karena telah mengganggu ketertiban umum. Berkat bantuan gurunya, Abdul Karim Amrullah, Muchtar Lutfi berhasil melarikan diri ke Malaysia, dan dilanjutkan ke Mekkah dan Kairo. Di Kairo pada tahun 1922, ia bersama mahasiswa asal Kepulauan Nusantara lainnya membentuk Al-Jamiah al-Khairiyah al-Jawah. Organisasi ini bertujuan untuk menyamakan visi mahasiswa tentang realitas yang terjadi di Nusantara. Pada tahun 1926, bersama Ilyas Ya'kub ia membentuk Perhimpunan Penjaga. Mereka juga menerbitkan majalah Seruan Al-Azhar dan Pilihan Timur, yang keduanya berorientasi politik.
Tahun 1931, Muchtar kembali ke Sumatera Barat dan bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (Permi). Di partai tersebut, ia diangkat sebagai Ketua Dewan Propaganda Permi. Ia juga menaruh minat terhadap pendidikan, dan mendirikan sekolah wanita Normal School. Akibat aktifitas politiknya yang radikal, pada tahun 1932 pemerintah Belanda menangkapnya dan dua tahun kemudian ia dibuang ke Boven Digoel bersama Jalaluddin Thaib dan Ilyas Ya'kub. Ia baru dibebaskan setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Oleh Belanda ia dibebaskan ke Makassar dan diangkat sebagai anggota Konstituante Negara Indonesia Timur. Setelah itu ia berbalik arah dan mendukung Republik Indonesia. Tidak lama kemudian Muchtar diangkat sebagai ketua Partai Masyumi cabang Sulawesi.
Pada tahun 1950, pasukan APRIS pimpinan Andi Azis melakukan pemberontakan di Makassar. Mereka bersama pasukan KNIL mengadakan razia ke rumah tokoh-tokoh yang anti-federal. Salah satunya ke rumah Muchtar Lutfi, dimana ia langsung ditembak hingga tewas. Atas jasa-jasanya, masyarakat Makassar mengabadikan nama Muchtar Lutfi pada salah satu jalan di kota Makassar, sekitar Pantai Losari.
Sumber : Wikipedia
Informasi pribadi :
- Tanggal lahir : 1901
- Meninggal : 1950 (umur 49)
- Kebangsaan : Indonesia
- Pekerjaan : Guru, politisi
- Dikenal karena : Pejuang kemerdekaan Indonesia
- Agama : Islam
- Orang tua : Abdul Latief Rasyidi (ayah)
Kehidupan
Muchtar Lutfi adalah seorang Minangkabau. Ayahnya bernama H. Abdul Latief Rasyidi, seorang ulama yang pernah memimpin surau Jembatan Besi Padang Panjang. Pada tahun 1908, Muchtar dimasukkan ke sekolah nagari tiga tahun di Balingka, sebelum diserahkan kepada Syekh Abdul Karim Amrullah untuk memperdalam ilmu agama. Pada tahun 1911, Abdul Karim Amrullah pindah ke Padang Panjang untuk mengajar di surau Jembatan Besi, dan ia pun dibawanya serta. Di surau Jembatan Besi, ia mengembangkan bakatnya dalam berpidato dan berdebat dalam masalah agama. Kemampuannya itu telah menimbulkan kepercayaan Zainuddin Labay el Yunusi, pendiri dan pemimpin Diniyah School Padang Panjang, untuk mengangkatnya sebagai pemimpin Diniyah School cabang Sibolga. Sekembalinya dari Sibolga, Muchtar dianggkat menjadi guru di Sekolah Raja dan OSVIA.
Ketika menjadi guru, ia mengarang buku yang menentang pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Oleh karenanya ia dicari pemerintah kolonial karena telah mengganggu ketertiban umum. Berkat bantuan gurunya, Abdul Karim Amrullah, Muchtar Lutfi berhasil melarikan diri ke Malaysia, dan dilanjutkan ke Mekkah dan Kairo. Di Kairo pada tahun 1922, ia bersama mahasiswa asal Kepulauan Nusantara lainnya membentuk Al-Jamiah al-Khairiyah al-Jawah. Organisasi ini bertujuan untuk menyamakan visi mahasiswa tentang realitas yang terjadi di Nusantara. Pada tahun 1926, bersama Ilyas Ya'kub ia membentuk Perhimpunan Penjaga. Mereka juga menerbitkan majalah Seruan Al-Azhar dan Pilihan Timur, yang keduanya berorientasi politik.
Tahun 1931, Muchtar kembali ke Sumatera Barat dan bergabung dengan Persatuan Muslimin Indonesia (Permi). Di partai tersebut, ia diangkat sebagai Ketua Dewan Propaganda Permi. Ia juga menaruh minat terhadap pendidikan, dan mendirikan sekolah wanita Normal School. Akibat aktifitas politiknya yang radikal, pada tahun 1932 pemerintah Belanda menangkapnya dan dua tahun kemudian ia dibuang ke Boven Digoel bersama Jalaluddin Thaib dan Ilyas Ya'kub. Ia baru dibebaskan setelah Jepang berhasil menduduki Indonesia pada tahun 1942. Oleh Belanda ia dibebaskan ke Makassar dan diangkat sebagai anggota Konstituante Negara Indonesia Timur. Setelah itu ia berbalik arah dan mendukung Republik Indonesia. Tidak lama kemudian Muchtar diangkat sebagai ketua Partai Masyumi cabang Sulawesi.
Pada tahun 1950, pasukan APRIS pimpinan Andi Azis melakukan pemberontakan di Makassar. Mereka bersama pasukan KNIL mengadakan razia ke rumah tokoh-tokoh yang anti-federal. Salah satunya ke rumah Muchtar Lutfi, dimana ia langsung ditembak hingga tewas. Atas jasa-jasanya, masyarakat Makassar mengabadikan nama Muchtar Lutfi pada salah satu jalan di kota Makassar, sekitar Pantai Losari.
Sumber : Wikipedia